Langsung ke konten utama

Resensi - Perahu Kertas (Novel)



Sebuah novel yang dibuat dalam waktu 55 hari mampu mengguncang perasaan saya sewaktu membacanya. Point ceritanya sebenarnya cukup standar. Tentang seorang pria ganteng nan berbakat yang memiliki hubungan dengan seorang gadis pembuat dongeng, enerjik dan open minded dalam hidupnya (dari pandangan saya). Namun konflik yang terjadi membuat mereka tak dapat bersama sampai akhirnya takdir seakan memang tak dapat melepaskan mereka. See? Sepertinya cukup mudah ditebak jalan ceritanya.
Tapi seperti yang disebutkan di awal, saya cukup terguncang naik turun membaca novel ini. Layaknya naik Roller Coaster. Kalau saya punya sepuluh jempol, saya akan dedikasikan kepada format yang dipakai dalam novel Perahu Kertas buatan Dewi Dee ini. Dee mengaplikasikan format cerita bersambung dalam pembuatan novelnya. Terinspirasi dari cerbung ‘Ke Gunung Lagi” karya Katyusha pada tahun 80an yang sering nongol di majalah HAI. Dee dengan sukses menjerat saya untuk terus mengikuti jalan cerita novel ini sampai pada epilog nya. “Ketika mata sudah mengantuk dan berniat menyelesaikan satu bab lagi malam ini, eh, yang ada malah penasaran. Grr!!! Terpaksa saya harus melanjutkan membacanya lagi” (efek penasaran baca novel di malam hari).
Ceritanya mungkin agak fairy tale, tentang seorang pria dan gadis yang awalnya tidak dapat bersama tapi di akhir cerita mereka dapat bareng. Tapi lagi – lagi saya terjebak dalam membacanya. Seakan tidak bisa lepas dari buku ini, saya malah seperti melihat kehidupan langsung kehidupan kedua pemain yang dinamai Kugy (peran gadis) dan Keenan (peran pria) oleh Dewi Dee. Sampai sekarang saya ‘ga tau penyebabnya, tapi pengaruhnya mungkin timbul dari cara Dee memformulasikan kisah emosional karakternya. Walaupun seakan mirip dengan formulasi sinetron, ini jauh lebih berkualitas dibandingkan sinetron kok. Tapi jujur, saya mulai sedikit bosan ketika konflik yang terus ditambah sehingga kesannya ‘mereka harus susah dulu, baru bisa bahagia”. (mungkin karena masalah selera saja, jadi jangan tersinggung ya bagi yang tidak sependapat).
Pola penceritaan Dee sebenarnya cukup pas bagi saya (dalam novel ini). Dia bisa membagi hal yang penting bagi pembaca untuk diceritakan dalam karyanya. Juga mampu menahan hasratnya untuk tidak terlalu banyak mengisi dengan hal yang mungkin dapat menjemukan pembaca. Kalo saya bilangnya, dia benar – benar mengetahui kelebihan dan kekurangan karyanya sendiri.
Ini novel pertama karya Dee yang saya baca. Sebelumnya saya tidak terlalu tertarik dengan karya Dee yang lain seperti Akar, Petir, Supernova ataupun lainnya. Tapi selain rekomendasi dari teman, yang membuat saya cukup interest terhadap novel ini adalah dari desain sampulnya. Unik dan lucu. Gimana ya? Pertama melihat desainnya, saya mengerutkan alis dan tersenyum secara bersamaan. Rasa penasaran begitu tinggi ketika melihatnya. Bentuk tipografi serta desain keseluruhan mengisyaratkan keceriaan, perjuangan, pengorbanan dan harapan yang tersirat. Secara total, novel ini B-A-G-U-S. Tidak perduli kesimpulan ceritanya seperti apa, tapi proses penceritaan dan pesan yang ada dalam Perahu Kertas ini sudah cukup membuat saya naksir sama novel ini. (yo)

Data novel :
Novel dengan judul       : Perahu Kertas
Pengarang                     : Dewi Lestari
Halaman                       : xii + 444 halaman
Cetakan                        : Ke enam (VI),  Februari 2010
Penerbit                        : Bentang Pustaka dan Truedee Pustaka Sejati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D