Langsung ke konten utama

Menelanjangi Malam Pasar Badung (2011)


   Suasana malam itu unik. Jika yang terlihat di siang hari adalah kehidupan masyarakat biasa yang monoton itu – itu saja, aktivitas di malam hari bisa sangat berbeda. Waktu yang membuat para penjelajah malam menemukan berbagai kegiatan masyarakat yang jarang bisa ditunjukkan saat siang hari.
   
   Ada kumpulan remaja di depan sebuah CK sambil melingkari sebuah bir dan kacang kulit serta bersenda gurau seakan ingin menghapus penatnya kegiatan mereka sedari pagi. Kadang membludaknya pedagang gerobak yang menjajakan nasi goreng, mie goreng, gorengan didepan sebuah bengkel yang telah tutup. Cukup sering juga terlihat pemandangan wanita dengan pakaian cukup ‘menggoda’ berjalan menuju kearah salah satu pub malam menggandeng seorang lelaki yang entah itu adalah pacarnya atau bukan. Mau yang lebih ekstrim? Mungkin perburuan hantu oleh para penganut cerita mistis harian sebuah koran lokal yang berniat membuktikan keeksisan mahluk – mahluk astral.

   Disalah satu sudut kota Denpasar juga ada kehidupan malam yang tidak kalah keren dari gemerlapnya pub atau asyiknya tongkrongan CK disamping jalan. Sebuah ruang publik yang merupakan favorit ibu – ibu kita berbelanja barang berkuantitas tinggi dengan level harga yang sebaliknya. Pasar Badung. Suasana pasar ya, tau lah ya, gitu – gitu aja sih. Ada penjual, ada pembeli, sayuran, buah – buahan, ikan, daging, baju dan banyak hal yang akan dijumpai dipasar. Tapi pernahkah kamu jalan – jalan dipasar dari jam 11 malam sampai jam setengah 3 pagi? Atau Jam segitu masih nongkrong di Pub atau di CK? Ga keren man, terlalu biasa. Mungkin sekali – sekali kamu bisa coba.

   Sebenarnya perjalanan ini tidak disengaja. Berawal dari ajakanku untuk berkumpul dan berbincang – bincang ringan bersama Anik dan Kris. Dua manusia keren yang secara kebetulan menjadi temanku. Dipilihlah satu tempat yang cukup jarang aku kunjungi sebagai destinasi utama kami. Dan usulan ini datang dari satu – satunya kaum hawa dipergaulan kami saat itu. Langsung saja kita cuuus menuju lokasi dan sampai di Pasar Badung dengan kondisi setengah mengantuk. Memang niat iseng, walaupun waktu pada tanggal 8 September 2011 itu menunjukkan pukul 11 malam, kami malah mencoba menelanjangi kehidupan di Pasar Badung yang ternyata benar – benar… wooow di malam hari. -Kereeen!

   Jujur, Walaupun aku sering keluar malam, aku termasuk orang yang jarang pergi ke pasar di malam hari. Dengan kata lain, “Ngapain juga sering – sering ke pasar?”. Hobi belanja minimum, pencinta keramaian? Tidak juga. Tempat cari makan? Kios makanan samping jalan tersedia sampai pagi, dan sejuta alasan lain yang bisa kukeluarkan untuk membuktikan bahwa ,”aku tipikal mahluk malam yang jarang berkunjung ke pasar tradisional”. Tapi tepat pada perjalanan dengan kedua sohibku ini, persepsi pasar sebagai tempat kotor dan membosankan langsung tercampakkan dengan kejam dan brutal. Suasana yang terlihat adalah kehidupan pasar di malam hari yang asyik. Ada ibu – ibu dengan bakul segede gaban dibawa diatas kepala dengan jumawa. Mobil pick up yang memuat berbagai sayuran, buah – buahan, berusaha merayu pembeli untuk datang dengan kesegaran asli yang tidak akan didapatkan di supermarket besar. Pedagang canang dengan dandanannya yang tidak kalah ayu dengan canang yang dijualnya. Percakapan penghuni pasar yang memuat hal ringan seputar kehidupan mereka sampai masalah yang aktual, mengimbangi percakapan kami bertiga di sudut pasar Badung ditemani nasi bungkus, teh hangat dan camilan kripik dan jajanan.

   Selesai mengitari area pasar, dilanjutkan dengan berjalan – jalan di sepanjang trotoar jalan Gajah Mada hingga perempatan Puputan Badung. Sekitar 20 menit kami mengobrol hingga terdengar krincingan dan tepakan kuda mendekat. Setelah meyakinkan itu adalah dokar dan bukan mahluk mistis yang berjalan – jalan ke bumi, kamipun menghadangnya. Negosiasi berlangsung dan keputusannya adalah menaiki dokar mengelilingi rute pendek Denpasar hingga finish di depan pasar Badung. Semua itu seharga 50 ribu rupiah (auw, mahal ya?). Setelah sampai di depan Pasar badung, kami bertiga duduk di trotoar jembatan tukad (sungai) Badung yang juga membagi kawasan Pasar Badung menjadi dua bagian. Disini kami melanjutkan obrolan yang entah sudah mencapai topik yang keberapa. Sambil melihat kearah gemerlap lampu pasar dibatasi oleh jalan raya yang hanya dilintasi beberapa kendaraan bermotor. Hingga waktu menunjukkan setengah 2 pagi, kamipun memutuskan untuk kembali kerumah masing – masing.  Selamat dini hari Pasar Badung. Kehidupan malam yang eksotis di dalam tempat yang mempertemukan berbagai macam karakter orang. Bisa juga dicoba sebagai alternatif wisata malam lo. :P

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D