Langsung ke konten utama

Ber - kontemplasi Bali saat Galungan

Sebenarnya postingan ini muncul tidak disiapkan secara khusus. Kebetulan saya sedang membuat tugas kampus yang harus dikumpul jumat lusa. Iseng ingin refreshing sekilas malah terbersit pikiran – pikiran ringan seperti biasanya.






17 Desember 2014. Hari Rabu dan beberapa hari lagi sebelum Tahun Masehi Berganti. Hari ini di Bali sedang terdapat perayaan Galungan. Sebuah hari yang dipercaya sebagai hari kemenangan Dharma (kebaikan) terhadap Adharma (kebatilan). Rentetan dari hari raya Galungan ini kemudian berlanjut kepada Perayaan Kuningan tepat 10 hari setelah Galungan. Oke, untuk penjelasan Galungan, kita semua bisa lihat di internet. Ketik saja di mbah google kata Galungan, akan ada rentetan situs terkait yang berhubungan dengan Galungan.

                Selebrasi Galungan dan Kuningan kita sering alami di pulau Bali ini. Semua orang bersuka cita terhadap hari spesial ini dengan cara sembahyang kepada leluhur dan hiasan penjor – penjor menghiasi lebuh (depan) rumah. Bau dupa, bunga dari canang, segarnya air tirta dan kidung mantra berdampingan dengan para pemedek (masyarakat)  yang membludak di pura serta merajan, menandakan antusiasme untuk melakukan persembahyangan. Desa – desa di Bali kemudian kembali ramai. Meninggalkan hiruk – pikuk Denpasar maupun kuta yang biasanya padat penduduk. Bisa dipastikan saat ini keluarga besar sedang bersenang hati berkumpul di desa mereka masing – masing. Ditambah juga para leluhur yang datang untuk ikut mengisi kebahagiaan keturunannya di dunia.

                Setelah merayakan Galungan, masyarakat kembali menjalankan aktivitasnya dan menunggu untuk perayaan Kuningan yang akan datang. Sama. Persembahyangan yang padat dengan tingginga antusiasme masyarakat di tengah pesona adat. Setelah itu? Biasanya akan kembali terhadap kegiatan biasa. Mungkin setelah ini dapat sedikit bersenang diri karena secara berturut akan muncul perayaan Natal bagi umat Kristiani dan pergantian tahun yang, menurut saya, akan terasa peningkatan hingar bingar keceriannya.

                Ketika semua sedang bersuka cita, apakah ada waktu untuk diri sendiri? Di saat masyarakat lelah untuk bekerja, ada saatnya mereka menghabiskan waktu untuk beristirahat dan mempersiapkan energi untuk esok hari. Ketika weekend datang, harus ada hal yang di rungu (diurus) diluar kegiatan sehari – hari. Apel ke tempat pacar. Kumpul bersama teman sejawat. Bertamasya dengan keluarga kecil. Sungguh sedikit rasanya memberikan diri kesempatan untuk sendiri.

                Saya hanya mengenal lebih dekat diri saya. Maafkan jika saya salah jika ternyata teman – teman ternyata telah mampu menyisihkan waktu untuk diri sendiri. Memberikan waktu untuk memanjakan diri melalui renungan kapada setiap pertanyaan pada fenomena di sekitar kita. Sama seperti saya. Yang ingin memberi waktu untuk diri melihat Bali dari sudut tertentu. Yang saat ini saya mengambil fokus pariwisata yang ada di Bali. Sebuah kontemplasi Bali. Buah pemikiran sederhana yang mungkin menjadi berguna di malam ini. Di malam Galungan. Di malam kemenangan Dharma. Dengan pemikiran saya dan perhatian anda. Mungkin setelah ini kita akan menjadi lebih gemar berdiam diri untuk merenung dan memberikan waktu untuk diri melihat hal – hal sekitar yang kadang terlewat dari perhatian. Rahajeng Galungan Lan Kuningan Semeton tyang Sinamian. Amerta Swaha.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D