Langsung ke konten utama

Gunung Agung yang Mulai 'Bangun' dan Kisah di Sekitarnya


Hari itu, 27 September 2017. Mendekati jam 10 pagi, sebuah mobil Ranger mengarah lurus ke arah Gunung Agung. Saya bersama dua orang di mobil tersebut memiliki misi untuk membawakan bantuan logistik yang diperlukan bagi para pengungsi Gunung Agung. Sebagai cerita awal, sejak beberapa hari yang lalu Gunung Agung telah memperlihatkan gejala aktif yang ditandai dengan gempa dan laporan mengenai peningkatan aktivitas magma. Sejurus kemudian, “Kebangkitan” Gunung Agung telah membuat sekitar 40.000-an warga di sekitarnya harus memutuskan untuk mengungsi. 

 Walaupun telah dianjurkan untuk mengungsi bahkan oleh pemerintah, ternyata hampir setengah dari hitungan tersebut tetap tinggal di dekat area rumah mereka. Alih - alih meninggalkan rumah demi keselamatan, kebanyakan kembali karena harus memberikan makanan bagi hewan ternaknya yang tidak mungkin mereka bawa. Kejadian ini juga menarik begitu banyak simpati dari masyarakat Bali untuk membantu dalam menyediakan penampungan Pengungsi serta menarik niat buruk para saudagar picik yang mencoba mengambil keuntungan dengan membeli ternak mereka di bawah harga. Berbekal kekhawatiran akan bencana dan topangan kehidupan yang harus dijalani setelah (misalkan) Gunung Agung Erupsi, membuat mereka memutuskan tinggal di zona merah Gunung Agung.

Posko pengungsian berada dalam radius dekat Gunung Agung




Mobil Ranger itu kembali meliuk - liuk di tengah jalanan kecil di daerah yang sudah mulai ditinggalkan oleh penduduknya. Berhenti sejenak setelah melihat beberapa warga yang duduk santai sembari was-was melihat Gunung Agung yang terlihat tenang di hadapannya. kami pun mulai berbincang dan mereka menyampaikan keluhan itu kepada kami. Saya, Mika dan Gati. “Kalau pagi sampai siang, kami akan ada di sini. Untuk memberi makan ternak. Begitu malam, kami akan kembali di pengungsian terdekat”, Ujar Pak Wayan Putra. Seorang warga yang memiliki 4 sapi dan 20 kambing di kediamannya. 


Setelah berbicara sejenak sambil tidak lupa berbagi kontak untuk membantu meneruskan info tentang tempat penitipan ternak gratis, kami pun menuju beberapa posko pengungsian terpencil yang berada di dekat area gunung Agung. Posko pengungsian tersebut ada yang dalam radius Zona Merah dan Zona Kuning. Posko - posko tersebut juga berada dalam jalur jalan utama dan ada juga yang mesti melalui jalan yang lumayan rusak. Suasana pengungsi di lokasi tersebut beragam. Dengan jumlah pengungsi mencapai 200, 400 hingga 700 orang dalam posko, Mereka sangat membutuhkan alas tidur, selimut, kebutuhan bayi, obat - obatan, sayuran hingga air. Sebuah kubutuhan utama yang luput dari para donatur yang saat ini lebih sering terlihat di posko pengungsian utama. Di luar dari kabupaten Karangasem.

Pengalaman unik saya dapatkan ketika berkunjung ke posko Rendang. Disana, kami bertemu dengan salah satu pengungsi tertua. Sebut saja Odah. Berumur sekitar 80 tahun. Kami terlibat perbincangan yang hangat tentang pengalaman Odah dan gunung Agung yang dahulu meletus 1963. Sebuah kata - kata yang saya ingat dari Odah, "Ketika seorang anak bikin ulah, maka orang tua jadi marah dan menghukum anak itu. Gunung Agung adalah orang tua kita.", "lalu siapa anak - anaknya?", Odah pun menjawab, "Kita Semua". Tanpa kesedihan dalam matanya, Odah terlihat begitu riang. Seakan sudah kenyang menikmati asam garam kehidupan dan tahu apa yang harus sebaiknya dilakukan untuk membuat "orang tua" kita tidak menjadi marah.

Sejenak kami merenungkan apa yang dikatakan Odah tersebut. Seperti tertampar bahwa sesungguhnya kita selama ini telah mengambil begitu banyak dari alam. mengambil tanpa memberikan kembali. Mungkin saja ini sebagai pengingat, bahwa kita sejatinya harus memikirkan juga alam dan memberi kembali sekaligus melindungi orang tua kita. Ibu Pertiwi kita.

 


Harapan selalu muncul bahkan bagi Odah, saksi mata letusan gunung Agung tahun 1963

Untuk selanjutnya, foto - foto di bawah akan menunjukkan situasi terkini dari beberapa posko pengungsian yang dekat dengan Gunung Agung dan akan ada sebuah tautan  yang bisa teman - teman gunakan untuk melihat sekaligus melengkapi data base posko pengungsian terpencil. Beserta kontak dan kebutuhan masing - masing. Bagi teman- teman yang akan memberikan donasi, harap perhatikan situasi dan kondisi psikis pribadi dan pengungsi. Sehingga kita bisa mengatur ritme untuk memberikan bantuan karena bencana erupsi gunung memerlukan waktu yang panjang untuk pemulihannya. Jadi stay safe dan semoga semua menjadi lebih baik kedepannya.

 

(foto dan video adalah asli milik dari penulis Blog ini, Bligungyudha)


Suasana Pos Pengungsian menanga yang telah siap untuk memindahkan 700an pengungsinya jika Gunung Agung sewaktu - waktu erupsi


Pos pengungsian Rendang dengan alas tidur yang diprioritaskan bagi orang tua. Yang lainnya menggunakan alas tidur seadanya

Ibu dan anak - anak di pos pengungsian Sanggem dengan kapasitas 400 orang
-->


Suasana pos logistik di posko Menanga


Harapan untuk dibagi dalam bantuan logistik


Kondisi Posko Rendang


Logistik Sayuran yang sangat diperlukan bagi pengungsi di Posko Wisma Kerta


Menyusu dalam posko


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D